Tren yang tak Pernah Henti
"KESAN pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda". Slogan advetorial yang diumbar ini, memang mengisyaratkan bahwa menjadi wangi merupakan salah satu kebutuhan penting saat ini.
Bukan hanya bagi para selebriti, politikus, bangsawan, maupun profesi tertentu lainnya. Tapi wangi tubuh, dibutuhkan bagi setiap orang yang intensitas interaksi antarmanusianya sangat tinggi.
Memang, parfum sebagai salah satu produk wewangian boleh dibilang telah memiliki fungsi baru. Ia tidak lagi sekadar menghilangkan bau badan yang tak sedap, bau keringat, atau mungkin juga bau pakaian akibat lembap.
Biasanya pengguna parfum itu identik dengan kepribadian, status sosial, gaya pergaulannya, maupun status-status lainnya yang bisa dibentuk berdasarkan aroma tertentu.
Karena parfum telah dikaitkan dengan status, maka harganya pun sangat beragam sesuai segmentasi atau target konsumen dari perusahaan parfum. Ada yang harga di negara aslinya saja mencapai 80 dolar Amerika yang dirupiahkan menjadi sekira Rp 720.000,-. Namun, kalau barang itu sampai ke Indonesia, tentunya harga dasar itu pun akan bertambah berkaitan dengan pajak, biaya pengiriman, dan lain-lain.
Namun, bagi mereka yang tidak mementingkan merek dan menggunakan wewangian apa saja asalkan menimbulkan aroma sedap, produk-produk lokal seperti cologne biasanya menjadi sasaran.
Barangnya dijual di mana-mana dan harganya pun relatif terjangkau. Namun, beda barang tentunya juga beda kualitas. Itu bukan hanya disebabkan merek, tapi kandungan dalam parfum dan cologne sendiri sangat berbeda.
Komposisi parfum secara umum, terbagi empat yang dibedakan dari kandungan minyak aromanya. Bila membeli parfum bertuliskan Perfume Extract, maka kandungan aromanya mencapai maksimal 40 persen. Untuk jenis Eau de Parfum, maksimal aroma yang terkandung adalah 30 persen. Kemudian, jenis Eau de Toilette mengandung maksimal 20 persen minyak aroma. Yang terakhir, Eau de Cologne hanya mencapai tiga persen.
Karenanya, persentase kandungan aroma itu berpengaruh pada kualitas. Bila persentasenya kecil, maka daya tahan wewangiannya akan semakin kecil. Beberapa merek tertentu biasanya mengeluarkan beberapa jenis sekaligus sehingga konsumen bisa memilih berdasarkan selera maupun isi kocek.
Misalnya Fendi Donna by Fendi for Women yang dikeluarkan dalam jenis Eau de Parfum dan Eau de Toilette, ataupun Truth by Calvin Klein for Men yang berupa Eau de Toilette dan yang Truth by Calvin Klein for Women berupa Eau de Parfum. Namun, kandungan Eau de Toilette antarmerek bisa saja berbeda sehingga daya tahannya pun berbeda-beda.
Selain itu , meski perusahaan parfum membedakan produknya berdasarkan konsumen laki-laki dan perempuan, namun pembelian parfum tidak serta-merta bergantung pada pengkategorian itu.
Secara umum, aroma yang muncul itu terbagi dari dua sumber. Ada sumber alami yang terdiri dari tumbuhan dan hewan, serta ada sumber sintetis.
Awal kemunculannya di Mesir berabad-abad yang lalu, sumber wewangian tentunya berasal dari alam. Dan, saat pengetahuan tentang parfum sampai ke Eropa pada abad ke 14 melalui pengaruh bangsa Arab dan Persia, sumber alami tentunya menjadi satu-satunya pilihan.
Aroma parfum dari tumbuhan terbagi-bagi lagi. Di antaranya berasal dari bunga, daun, akar, buah, kayu, dan kulit kayu. Aroma yang bersumber dari hewan juga memiliki istilah yang beraneka ragam. Musk, merupakan satu istilah yang menggambarkan aroma dari kelenjar rusa jantan.
Wangi ini berasal dari daerah Asia. Dari wilayah Amerika Utara, ada jenis Castoreum yang bersumber dari berang-berang. Selain itu, ada pula Honeycomb didistilasi dari lebah madu.
Wewangian sintetik tentunya berasal dari berbagai macam zat kimia yang diperoleh dari berbagai macam proses kimiawi. Perusahaan yang biasanya memproduksi parfum beraroma sintetis itu adalah International Flavors and Fragrances (IFF), Givaudan, Firmenich, Quest International, Takasago, dan Symrise.
Sekarang ini, penggunaan sumber sintetis berkaitan juga dengan etika moral dalam mengambil ekstrak-ekstrak makhluk hidup, terutama hewan.
Pemilihan aroma sintetik, juga berkaitan dengan banyaknya sumber-sumber alami yang mengandung racun atau memiliki konsentrasi yang tinggi sehingga bisa menyebabkan alergi bagi para penggunanya. Lebih jauh lagi, bila menggunakan bahan alami, maka kegiatan pembuatan parfum itu akan membahayakan spesies makhluk hidup tertentu atau bahkan melanggengkan terjadinya penjualan ilegal.
KARENA keragaman selera, kebutuhan, dan kemampuan konsumen, memang pilihan produk semakin banyak tersebar. Ingin wewangian murah dengan harga Rp 10.000,-, atau yang harganya lebih dari Rp 1 juta pun ada. Karenanya, perusahaan wewangian itupun semakin beragam dan tempat penjualan juga semakin bermacam-macam.
Ada counter merek tertentu yang biasanya berlokasi di mal, ada yang bisa dicari di supermarket, atau ada juga toko khusus penjual parfum berbagai merek yang asli maupun dari bibitnya.
Bila tertarik dengan merek namun barang aslinya tidak terjangkau secara ekonomi, di Bandung pun banyak tersedia toko-toko yang menjual bibit aroma parfum berbagai merek yang juga dijual di counter resmi. Di antaranya ada di Jln. Paledang dan Jl. Banteng yang sehari-harinya dikunjungi ratusan pengunjung untuk membeli parfum dengan harga relatif terjangkau.
Di kawasan Paledang, ada toko yang sudah memulai usahanya dari sejak tahun 1970an dan sudah tiga kali berpindah tempat. Pemilik sekaligus pendiri, Tjing, mengatakan, bibit-bibit parfum itu diambil dari agen yang secara periodik datang ke tokonya.
Bibit yang dipilih untuk dibeli, memang biasanya tergantung merek apa yang sedang menjadi tren. Saat ini, Blue Emotion keluaran Etienne Aigner menjadi parfum pilihan yang dikhususkan untuk laki-laki.
Namun, tentu saja perempuan pun tidak dilarang asal seleranya sesuai. Sementara, Still by J. Lo for Women menjadi pilihan banyak perempuan atau dengan kata lain sedang nge-trend.
Tren memang berubah-ubah dan toko bibit semacam itu biasanya mengikuti saja sesuai permintaan pasar. Sebelum kedua merek di atas, Polo Safari dan Davidoff telah menjadi pilihan.
Di toko bibit parfum, kandungan aromanya juga bermacam-macam, dari lima persen sampai 40 persen. Bibit aroma itu nantinya akan dicampur dengan alkohol berkonsentrasi 96 persen. Untuk membeli parfum yang kandungan bibitnya lima persen, harga yang harus dibayar adalah Rp 10.000,- yang sekaligus bisa mendapatkan botol kecil menyerupai bentuk pulpen dengan isi enam mililiter.
Bila nanti habis dan ingin mendapatkan refill, maka cukup membayar Rp 5.000,-. Bila ingin mendapatkan kandungan aroma lebih besar lagi, memang butuh botol yang lebih besar. Biasanya 25 persen bibit akan dicampur dengan alkohol sampai isinya mencapai 50 mililiter. Harganya cukup disamakan dengan persentase kandungan itu, Rp 25.000,-.
Yang pasti kegemaran orang dalam mengonsumsi aroma wewangian parfum, merupakan bagian dari tren yang tak pernah berhenti.
PARFUM memang telah menjadi senjata utama dalam pergaulan antarmanusia, tentunya selain kemampuan berkomunikasi. Ia pun tidak lagi dipandang secara fungsional, tapi juga dikaitkan seara erat dengan gengsi, status, kedudukan, dan lainnya. Apalagi, ada fanatisme yang terkait dengan pengidolaan selebritas yang mewakili merek tertentu.
Penggemar J.Lo makaberusaha membeli J.Lo Glow, misalnya. Atau ada juga penggemar Britney Spears yang secara otomatis juga menyukai parfum Curious. Yang fanatik kepada olahragawan Michael Jordan maka berusaha mendapatkan merek Michael Jordan, sementara penggemar David Beckham mencari Instinct atau Intimately for Him.
Namun, pemakai parfum di Indonesia tentunya beragam dengan berbagai perbedaan. Bila dikaitkan dengan pembelian parfum, maka perbedaan ekonomi itu harus disesuaikan dengan parfum yang dibeli. Apakah demi membeli J.Lo Glow, rela membayar 55 dolar Amerika. Itupun berupa harga asli di Amerika yang jumlahnya akan bertambah berkali lipat bila sudah sampai ke Indonesia.
Konsumen tentunya diharapkan tidak gegabah dalam membeli produk, apalagi hanya dikaitkan dengan fanatisme aroma atau fanatisme pada selebriti yang mewakili merek tertentu.
Demi fanatisme itu, kebutuhan lain pun diabaikan sampai harus ada pengiritan di mana-mana. Tubuh yang wangi boleh jadi dianggap sebagai kebutuhan utama dalam pergaulan. Namun, selagi masih banyak tersebar banyak pilihan--apalagi pilihan harga--maka konsumen bisa bebas memilih sesuai selera, kebutuhan, dan kemampuan. (Vebertina Manihuruk/"PR")***
Monday, June 4, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment